

|
Senin, 18 Juni 2012 • 01.47 • 0 Sweet hearts ![]() ![]()
Titik-titik bening
jatuh berirama. Perlahan mulai mereda dan terciptalah sensasi bau khas hujan di
tanah. Guratan-guratan warna-warni hasil dari pembiasan mentari terpasang di
angkasa. Tampaknya, gerimis pagi ini berhasil membuat sebuah lengkungan pelangi
di langit.
Bersama sisa-sisa embun, aku berjalan menyusuri lorong
berukuran 3 meter lebarnya. Dengan rasa percaya diri, ku langkahkan kaki-kaki
ini menuju kelas. Belum ada semenit kulangkahkan kaki, dari kejauhan terlihat
sosok yang tak asing, itu Kevin. Lebih tepatnya Kevin Lerry Pratama. Entah
mengapa tiba-tiba kaki ini membisu. Sejenak aku berhenti dan menghela nafas. Ku
pandangi sosok Kevin yang sedang berjalan. Senyum yang mengembang manis di
wajahnya membuat diriku kelu. Sepasang lesung yang tergores di pipinya menambah
kesan tampan dari dirinya. Jantungku berdegup kencang kala kami berpapasan.
Sudah lama aku mengagumi dirinya, mungkin sejak awal kami menginjakkan kaki di
SMA ini. Dan yang lebih parah, aku tak pernah mengijinkan perasaanku sendiri
untuk memberi tahunya bahwa aku menyukainya dan memilih untuk mengubur
dalam-dalam rasa ini. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, aku mempercepat
langkah kaki kemudian sampailah pada
sebuah kelas yang lumayan besar yang mencukupi kapasitas 30 anak. Ya, kelas
XI IPA.2 adalah kelas di mana aku bernaung untuk mencari ilmu.
Tak terasa semua mata pelajaran telah berakhir
Bel pun
berbunyi...
~~~~~~~~~~~~
Di rumah, ku torehkan cerita hari ini pada sebuah diary
polkadot milikku. Pena ini mulai menyeratkan tinta-tinta di sana. Semua kisah
yang tertuang pada lembaran-lembaran kertas ini mengandung unsur nama
seseorang. Itulah Kevin.
“Ca, ayo makan, mama
sudah menyiapkan sup asparagus tuh !” panggil mama dari ruang makan. “Iya ma
sebentar,” jawabku dari dalam kamar. Tanpa basa-basi langsung kututup diary
mungil ini dan meletakkannya pada tempat yang aman agar tiada orang yang tahu.
Kemudian aku menuruti perintah mama untuk segera menuju ruang makan. Di sana
terlihat mama, papa, dan seorang kakak lelakiku. Ia biasa dipanggil Deva. Di
meja makan, mama menyiapkan ayam goreng dan sup asparagus beserta segelas susu
untuk kami sekeluarga. “Ma, nanti Caca diajak Reni menonton pertandingan basket
sekolah Caca, boleh kan ma?” tanyaku dengan muka memelas dan penuh harap.
“Hmm.. bagaimana ya?” celoteh mama. “Pliss..” kataku dengan raut wajah lebih
memohon. “Baiklah, mama ijinkan,”mama menyetujuinya. “Makasih, mama cantik
deh!” aku memuji mama sembari mengecup pipinya sebgai ungkapan terima kasih.
Hari ini hari Minggu, seusai mandi aku bersiap diri untuk
menonton pertandingan basket. Ku pakai baju terusan putih dan jam berwarna
silver sebagai aksesoris di tangan. Ku biarkan rambut hitamku terurai. Ada
sepasang jepit kupu-kupu hinggap di sana.
“Ca, ayo buruan!” ajak
Reni sambil menarik tanganku keluar rumah. Kebetulan ayah Reni yang
mengantarkan kami berdua menggunakan mobil miliknya.
~~~~
Sesampainya di tempat pertandingan, aku memilih duduk di barisan pertama pada tempat yang
telah di sediakan. Sengaja ku pilih itu agar aku bisa menyaksikan dengan jelas
saat Kevin bermain nanti. Ketika peluit disempritkan, maka dimulailah
pertandingan itu. Kulihat Kevin dengan seragam basketnya yang berwarna putih
bernomor punggung 2. Ia begitu lincah dalam mengayunkan bola di tangannya. Di
depannya banyak lawan yang mengahadang, tapi ia sangat gesit dan segera men-shooting
bola ke dalam ring pada menit pertama. Pada menit kedua bola berhasil direbut
tim lawan, pemain dengan nomor punggung 10 itu men-shooting bola ke dalam ring.
Skor kini menjadi satu sama.
Pertandingan berlangsung seru. Setelah 20 menit berlalu,
sekolahku tertinggal 1 poin dari tim lawan. Dan pada detik-detik terakhir,
Kevin berhasil merebut lalu mendrible bola dan segera memasukkannya ke dalam
ring. Namun usahanya gagal karena kurang tepat pada sasaran. Ia pun mengoper
bola ke arah Rendra, dan Rendra segera men-shooting bola ke arah ring. Yeah,
akhirnya berhasil masuk. Skor seimbang 20-20. Di 10 detik terakhir, Kevin
dengan gaya kerennya segera men-shooting bola. Peluit kembali terdengar, itu
tandanya pertandingan telah usai. Skor kini menjadi 20-21. Artinya sekolahku
menang dengan Kevin sebagai Best Player dari timnya. Kevin menjadi idola baru
di kelasnya.
~~~~
Hening.. Angin terasa berhembus menghempaskan ragaku. Ku
sandarkan tubuh pada sebuah pohon. Aku merenung dan terdiam selama beberapa
menit. Rerimbunan bagai mengisyaratkan sesuatu lewat helai daun yang terjatuh.
Ku tatap langit jingga. Terfokus pada sebuah bayang bening di angkasa. Ilusi
seorang Kevin yang tertera di sana. Di bawah senja, hatiku bertanya, “Ada apa
dengan rasa ini? Mengapa harus ada Kevin di hidupku?”
Yang ku tahu tanganku takkan sanggup merengkuh senja,
ibarat aku menggapai seorang Kevin. Bagaikan menegakkan benang basah yang sulit
dan mustahil. Dari dulu ingin sekali ku
sapa dirinya. Namun lidah ini sungguh kelu walau sebatas mengucapka kata “Hai”
untuknya. Berkali-kali diri ini berusaha melupakan segenap bayang maya nya di
benakku, tapi hasilnya nihil. Lagi-lagi bayang itu menghampiri tiap detik di
hidupku. Memang miris, tapi untungnya tidak tragis.
Ku rasa aku akan tetap memendam rasa yang ada, membiarkan
rasa itu tenang di dasar lubuk keihklasan..
|
|
0 Komentar:
Posting Komentar